Potensi Strata Sosial Dalam Usaha Kemaslahatan Masyarakat

Potensi Strata Sosial Dalam Usaha Kemaslahatan Masyarakat

pemudatanbihun.com

Potensi Strata Sosial Dalam Usaha Kemaslahatan Masyarakat. Dalam tatanan masyarakat pasrti terdapat strata sosial yang mengklasifikasikan tugas maupun pungsi dari anggota masyarakat. klasifikasi tersebut biasanya berdasarkan pada kemampuan yang dimiliki oleh anggota dalam menjalankan fungsi sosial. Anggota masyarakat yang menempati posisi paling tinggi  adalah anggota yang mempunyai kelebihan di atas rata-rata dalam bidang apapun. Misalnya, Orang yang alim dalam bidang agama akan mendapatkan posisi penting dalam bidang keagamaan. Begitu juga orang kaya, ia mendapat posisi penting dalam perkara yang berhubungan dengan harta. Dan lain sebagainya.

bangunan, strata yang saling berkerjasama
simbol strata

Pada umunya, anggota masyarakat yang menempati strata sosial tinggi mempunyai pengaruh lebih kuat dalam mempengaruhi tatanan atau sistem masyarakat dan lebih mampu merubah perilaku masyarakat, dibandingan dengan masyarakatat biasa. Dalam hal ini, seorang kiai sebagai tokoh agama dapat mempengaruhi dan merubah perilku masyarakat yang masih berhubungan dengan ritual keagamaan, seperti tatacara slametan, pengajian, dan tahlilan. Bahkan kiai dapat membuat budaya baru yang semula belum dikenal oleh masyarakat  dan masih berkaitan dengan keagaaan seperti gerakan pengumpulan zakat, jamiyah dzikriyah dan manakiban. Begitu pula seorang hartawan, ia dapat mempengaruhi dan mewarnai tatanan masyarakat. Bukan hanya dalam bidang duniawiyah saja, wilayah ritual keagamaan yang masih menyangkut dengan harta, dapat dipengaruhi oleh seorang hartawan. Hal ini dapat dilihat ketika ada musyawarah pembangunan masjid kebanyakan pendapat yang didengarkan adalah pendapat yang keluar dari hartawan. Adapun pengaruh keduniawiyahan adalah manakala perilakunya yang memamerkan kekayaannya di hadapan masyarakat dan kemudian menyakiti hati masyarakat, sehingga perubahan masyarakat dalam interaksi sosial dari yang semula saling menyapa, rukun dan gotong royong berubah menjadi hilangnya sapaan mesra dan hilangnnya gorong royong.

https://www.pemudatanbihun.com/iman-mengamankan-kemanusiaan/ ‎

 

Pengaruh yang berdampak negatif pada masyarakat bukan hanya dari seorang hartawan saja, kiai sebagai tokoh agama pun demikian. Seorang kiai yang berfatwa tidak memperhitungan kesanggupan masyarakat dan membuat gerakan yang bertabrakan dengan tradisi masyarakat, akan berpengaruh pada perpecahan masyarakat. Hal ini, terbukti ketika seorang kiai berfatwa pengharaman ziarah kubur ditengah masyarakat yang mempunyai budaya ziarah kubur. Atau memfatwakan tentang arah kiblat yang terkadang mengharuskan pembongkaran bangunan masjid karena sudah melenceng dari arah kiblat. Walaupun permasalahan tersebut masih dalam ranah perkhilafan antar ulama, namun sering kali dipaksakan oleh seorang kiai untuk masyarakat tanpa mempertimbangkan kemaslahatan masyarakat. Oleh sebab itulah pengaruh negatif nampak kepermukaan.

Dalam tulisan ini, penulis memfokuskan pada permasalahan yang masih berhubungan dengan sosial keagamaan. Oleh karena itu, tokoh agama mempunyai peran yang sangat strategis dalam mempengaruhi dan menciptakan kemaslahatan bagi masyarakat. sebab tokoh agama adalah orang yang mengajarkan, mengimplementasikan dan mehayati ajaran-ajaran agama. Apalagi tokoh agama islam, yang dimana islam mengajarkan yang berpusat atau berlandaskan pada Humanisme-Teosentris. Artinya ajaran islam berpusat pada ketauhidan yang dimplementasikan dan diimplementasikan dalam bentuk kemanusiaan. Oleh karena itu, tokoh agama Islam diharuskan mampu menciptakan kemaslahatan bagi masyarakat dengan bermodalkan ajaran-ajaran Islam.

Pada umumnya, dalam sebuah masyarakat terdapat lebih dari satu tokoh agama. Setiap tokoh mempunyai pemikiran dan sudut pandang yang berbeda-beda dalam menciptakan kemaslahatan untuk masyarakat. Dan terkadang antartokoh berselisih dan merebutkan kebenaran yang dianggap mempunyai maslahat untuk masyarakat. Sangat disayangkan, jika perebutan kebenaran antar tokoh dipertontonkan kepada masyarakat, yang kemudian membuat masyarakat bingung tentang siapa yang harus diikuti kebenarannya. Bukannya mengikuti salah satu tokoh, kebayakan masyarakat malahan menilai buruk kepada pihak yang berebut kebenaran sebagai bukti ketidak-percayaan masyarakat terhadap tokoh tersebut. Alih-alih membuat kemaslahatan untuk masyarakat, malahan mereka  merusak tatanan masyarakat. oleh karena itu, perlukiranya duduk bareng antar pemuka agama untuk mendiskusikan kebenaran yang memprioritaskan kemaslahatan sehingga terjadi kesepakatan apa yang harus disampaikan kepada masyarakat serta sebagai upaya penanaman kemaslahatan bagi masyarakat.

strata sosial
simbol strata yang saling mengindahkan

Melalui kekompakan atar tokoh agama dalam penanaman dan perawatan  kemaslahatan untuk masyarakat serta kesempatan dalam mempengaruhi masyarakat melalui ritual-ritual agama seperti pengajian, khutbah jumah dan lain-lain, agaknya sangat mungkin untuk meminimalisir jarak sosial anatara si kaya dan si miskin yang disebabkan hubbu dunya (kecintaan terhadap dunia) sebagai upaya mendekatkan masyarakat pada kemaslahatn.  Potensi penyakit hati berupa cinta dunia, bukan hanya dimiliki oleh hartawan saja, namun orang miskin pun berpotensi memiliki penyakit tersebut. Membanggakan diri merupakan efek dari penyakit hubbu dunya bagi hartawan, sedangkan bagi orang miskin adalah merasa tidak percaya diri. Karena keduannya menganggap bahwa harta mempunyai kemuliaan dan keagungan. Selain memberi pituah bijak untuk tidak cinta terhadap dunia, tokoh agama perlu membuat gerakan yang menutup celah kepada kecintaan terhadap dunia supaya masyarakat terhindar dari penyakit tersebut. Untuk meningkatkan kesadaran tentang hak dan kewajiban bagi hartawan dan non hartawan perlu digalakkan dan disertai gerakan dengan pendirian badan yang mengurusi hal tersebut, seperti LAZIS dalam rangka  pemaksimalan dana filantropi Islam (kedermawaan Islam) yang meliputi zakat, sedekah, infaq dan wakaf dan kemudian dialokasikan untuk kemaslahatan masyarakat secara afektif. Pendistribusian dana yang dilakukan oleh hartawan setidaknya mengindikasikan kecintaan terhada dunia berkurang dan diharapkan lambat laun penyakit hati tersebut tergerus dengan kedermawaannya sehingga hartawan terbebas dari penyakit hubbu dunya. Dan dengan pendistribusian dana tersebut untuk si miskin, diharapkan dapat mengurangi agapan mulia terhadap dunia, karena kebutuhannya tercukupi.

Dengan demikian, agaknya fungsi strata sosial yang menitik beratkan pada kemaslahatan masyarakat akan terwujud, sehingga kerukunan dan ketentramanan masyarakat dapat dinikmatai bersama-sama.