Pengertian Takwa Menurut Bahasa dan Istilah serta Dalilnya

Pengertian Takwa

Pengertian Takwa Pemudatanbihun.Com Kecenderunagan anak muda biasanya berbeda dengan kencenderungan yang dimiliki orang yang tua, begitu juga anak kecil yang usia belum sampai remaja. Itu bisa terjadi sebab bakat bawaan sejak lahir, tingkat pendidikan dan pengalaman hidup yang berbeda. Bukan hanya antara anak muda dan orang tua, antar pemuda pun ada, bahkan tidak jarang ditemukan dari mereka yang memiliki arah pemikiran dan kesenangan yang berbeda.

Misal anak muda yang pernah atau masa sekolah; mahasiswa dibandingkan dengan anak pesantren, atau anak pekerja disbanding dengan anak yang belum punya pekerjaan (pengangguran), mereka masing-masing memiliki pola hidup yang berbeda, dan pastinya, mereka memiliki pola pemikiran yang berbeda juga, akan tetapi mereka punya satu tujuan yang sama yakni bahagia dunia maupun akhiratnya. (analisis penulis)

Syarat Takwa

Latar belakang yang berbeda tidak boleh dijadikan alasan untuk menghalangi penghambaan seorang muslim terhadap Tuhannya, karena selagi ia mempunyai akal dan dikatakan balig, maka ia wajib menjalankan perintah-printah (kewajiban) Allah dan menjahui larangan-larangan-Nya. Dengan kata lain bertakwa.

Bertakwa tidak diabatasi usia, dan tidak memandang laki-laki maupun wanita, bertakwa tidak terkhusus untuk orang tua dan manula, bahkan anak muda yang lebih pendek berpikir dan terburu-buru dalam bertindak ia harus mengetahui dan mau menjalankan apa itu takwa. Wallahua’lam.

Pengertian Takwa

Pengertian Takwa Menurut Bahasa dan Istilah

Takwa secara bahasa (kamus) berarti mengambil (ittikhad), menjaga (wiqoyah), dan mencegah (hajiz), dalam artian taqwa mampu mencegah dan menjaga diri dari apa yang ditakuti dan juga dari hal yang perlu diwaspadai. Sedangkan taqwa kepada Allah Swt. adalah cara seorang hamba menjadikan perkara yang ia takuti (siksa Allah) sebagai penjagaan yang bisa menjaga dirinya dari siksa tersebut. Dengan demikian terjadilah perealisasian yang namanya “Melakukan segala perintah Allah dan menjahui segala larangan Allah Swt”.

Takwa Jalan keberuntungan

Dianta pesan Nabi Muhammad saw. kepada umatnya yang sangat beliau tekankan ialah takwa, sebab takwa adalah penarik setiap kebaikan dan menjaga dari setiap keburukan. Dengan menjalankan takwa seorang mukmin berhak mendapat kesuksesan dan keberuntungan dari Allah Swt, diantara keberuntungan yang diberikan Allah yaitu:

1. Kekuatan dan pertolongan dari Allah

إنّ الله مَعَ الّذِينَ اتقَوا وَالّذِينَ هُمْ مُحْسِنونَ

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (An Nahl: 128)

2. Rizki yang baik dan keluar dari kesusahan

وَمَنْ يتَّق الله يجْعل لَه مَخرجًا * ويرْزقُه منْ حَيْث لا يحتَسِبْ

“Barang siapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Ath Thalaq: 2-3)

3. Penjagaan dari tipu daya musuh

وإنْ تصْبِروا وَتتّقوا لاَ يَضرُّكمْ كَيدُهمْ شَيئًا

“Dan jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu.” (Ali Imran: 120)

4. Rahmat dari Allah

ورَحمَتي وَسِعَتْ كلَّ شيئٍ فسَأكْتبُها لِلّذِينَ يتَّقُونَ

“Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa” (Al A’raaf: 156) Dan masih banyak lagi dalam Alquran disebutkan keberuntungan- keberuntungan bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh dalam bertakwa.

Pengertian Takwa dan dalilnya- Hakikat Takwa

Takwa adalah kata yang ideal, yakni mencakup semua takrif yang sesuai (takwa) dan mengeluarkan takrif yang tidak sesuai (takwa). Karena kata takwa itu meliputi apa yang datang dari agama Islam, mencakup akidah, ibadah, muamalah, dan akhlak, hal itu sebagaimana firman Allah Swt,

لَيسَ البرَّ أنْ تُولُّوا وجُوهَكمْ قِبل المشْرقِ والمغْرِبِ ولكِنّ البرَّ مَن آمَن باللهِ واليومِ الآخرِ والملائِكةِ والكِتابِ والنَّبيينَ وآتَى المالَ عَلى حُبّهِ ذَوِي القُربَى واليَتامَى والمَسَاكينَ وابنَ السَّبيلِ والسَّائلينَ وفيْ الرِّقابِ وأقامَ الصّلاةَ وآتى الزّكاةَ والموْفُونَ بِعَهْدِهمْ إذا عَاهدُوا والصَّابِرينَ في البأسَاءِ والضّرَاءِ وحِينَ البأْسِ أوْلئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وأوْلئكَ هُمُ المتَّقُونَ
.

“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (orang yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta; dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menempati janji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (Al Baqarah: 177)

Pengertian takwa diatas bukanlah sekedar kata untuk diucapkan apalagi menjadi dakwa sebagai pengakuan diri tanpa bukti (amal). Akan tetapi takwa tersebut adalah bentuk realisasi (amal perbuatan) taat kepada Allah secara sungguh-sungguh dan berani meninggalkan maksiat terhadap Allah Swt.

Sehingga ulama salaf saleh (orang-orang terpilih terdahulu) mengatakan bahwa takwa ialah Berlaku taat tidak durhaka, ingat tidak lupa dan bersyukur tidak kufur kepada Allah, dan juga mereka mampu melakukan takwa tersebut dalam keadaan sepi maupun ditempat terbuka. Karena hal tersebut merupakan pemenuhan perintah Allah dan menjawab seruan-Nya yang termaktub dalam firman-Nya,

يَاأيّهَا الّذينَ آمَنوا اتَّقوا اللهَ حقَّ تُقاتِه وَلا تَموتنَّ إلاّ وأنتمْ مُسلِمونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (Ali Imran: 102) (Mustafa al- Bugha, Muhyiddin Mustawi, Al- Wafi fi Syarhi Al- Arba’in An- Nawawi, Dar Ibnu Katsir, Bairut, 2009, hlm. 125)

Akan tetapi keharusan bertakwa dengan sebenar-benar takwa dalam ayat diatas telah disalin (naskh) dengan keberadaan ayat lain, yaitu,

فَاتّقُوا اللهَ مَا اسْتَطَعتمْ

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu”. (At Taghaabun: 16) Hal ini berdasarkan pengaduan sahabat kepada Nabi Muhammad saw. mengenai perintah bertakwa dengan sebenar-benar takwa, mereka mengatakan: “Wahai Rasulallah, siapa yang akan kuat dengan takwa ini (perintah kesungguhan bertakwa),_ berdasarkan pengaduan sahabat atas beratnya perintah itu_ kemudian terjadilah penyalinan (peringanan) hukum keharusan bertakwa dangan sebenar-benar takwa menjadi bertakwa menurut kesanggupan mereka. (Jalal as- Suyuti, Tafsir Jalalin, Dar Al- Gadi Al- Jadid, hlm. 63)

Pengertian Takwa – Kesempurnaan Takwa

Salah satu dari kesempurnaan takwa ialah menjauh dari perkara (benda, ucapan maupun tindakan) yang masih berstatus syubhat (tidak jelas halal dan haramnya) dan dari hal-hal (halal) yang tercampur dengan perkara haram. Dan ini sesuai hadis kauli yang disabdakan Nabi Muhammad saw. yang berbunyi,

فمَنِ اتّقَى الشُّبُهاتِ فَقَدِ اسْتَبرأَ لِدِينهِ وَعِرْضِهِ

“Maka siapa yang menjaga (takut) dari perkara syubhat maka dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Masih dalam konteks pada hadis Nabi saw. di atas, termasuk kategori kesempurnaan takwa ialah Upaya seseorang membersihkan dirinya dari memperbanyak melakukan hal yang mubah yang nantinya dikhawatirkan dapat menjatuhkan dirinya ke dalam hal-hal yang berstatus haram. Sesuai sabda Nabi saw.,

لا يَبلغُ العبْدُ أنْ يَكونَ منَ المتّقِينَ حتَّى يدعُ مَا لاَ بأسَ بهِ حذرًا ممّا بهِ بَأْس

“Tidak kan sampai seorang hamba sampai derajat orang-orang bertakwa, sehingga ia mampu meninggalkan hal syubhat karena takut dari melakukan hal dosa.” (H.R. Tirmizi dan Ibnu Majjah).

Begitu juga Imam Hasal Al Basri r.a mengatakan bahwa, “Takwa akan seantiasa disandang orang-orang yag bertakwa (muttaqin) selama mereka mampu meninggalkan hal halal (mubah) demi khawatiran jatuh dalam keharaman”.

Pengertian Takwa – Syarat Tercapai Takwa

Seorang muslim tidak akan bisa mengartikan dan mendapat faedah takwa kecuali dengan pengetahuan (ilmu) agama yang utuh. Fungsi ilmu bagi muslim ialah Agar ia tahu bagaimana cara bertakwa kepada Allah Swt sebagai Tuhannya. Sesui firman Allah Swt,

إنّما يَخْشَى اللهَ مِن عِبادِهِ العُلمَاءُ

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama”. (Faatir: 28)

Dan sebagai alat menuju surge, serta menjadi tanda kemauan berbuat baik bagi seseorang. Fungsi ilmu tersebut tersurat berdasarkan hadis-hadis Nabi Muhammad saw. di bawah ini,

فَضلُ العالمِ عَلى العابدِ كفَضْلي عَلى أدْناكمْ

“Keutamaan orang alim (beramal) atas ahli ibadah itu seperti keutamaanku atas orang yang paling rendah di antara kalian.” (H.R. Tirmizi)

مَن سَلكَ طَريقًا يَلْتَمسْ فِيهِ عِلْمًا سَهّلَ اللهُ لَهُ طَريقًا إلَى الجَنّةِ

“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan jalan ke surga baginya”. (H.R. Muslim)

مَنْ يُردِ اللهُ بهِ خَيرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ

“Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah untuk mendapat kebaikan, maka Allah akan mengajarkannya ilmu Agama”. (H.R. Bukhari dan Muslim) (Mustafa al- Bugha, Muhyiddin Mustawi, Ibid, hlm. 125) Wallahua’lam.