Nurun lilmutaqin, itulah salah satu tafsir tentang al quran yang berbunyi hudan lilmutaqin. Yah, hudan ditafsirkan sebagi nur atau cahaya bagi orang yang bertaqwa. Jadi, manfaat cahaya al quran hanya dapat dinikmati oleh orang yang bertaqwa saja lowh.
Sebagaimana cahaya, ia membantu penglihatan kita dari gelapnya pandangan mata, al quran pun demikian, ia menyikap tabir kepalsuan dalam bayangan kegelapan dholalah(sesat). Ehm, bukan hanya itu saja, ia juga memberi petunjuk dalam menyusuri jalan hidup menuju kebahagiaan hakiki, ”siapa lagi kalau bukan untuk orang yang bertaqwa???”.[1]
Selanjutnya, orang yang dapat memanfaatkan cahaya sebagai penerang sekaligus penuntun adalah orang yang berani membuka mata. Yah, orang yang berani berfikir objektif apa adanya, pastinya yang sesuai kenyataan dong, dengan membuka mata pengetahuan dari manapun, tanpa ditutupi kelopak keegoan yang bisa membutakan pandangan, merupakan orang yang dalam perjalanannya tidak tersesat apalagi sampai jatuh kelembah hitam.
Sedangkan orang yang selalu memejamkan mata ketika cahaya bersinar, pastilah ia akan selalu dalam kegelapan serta tidak akan pernah bisa memanfaatkan cahaya tersebut. pasalnya, ia sengaja mengubur dan menutupi pandangannya dengan kelopak keegoisan yang mengakibatkan kebutaan pada matanya. Ehm, Agaknya orang yang seperti ini masuk kategori kafir, sebab ia menutupi pandangan mata dari pancaran cahaya. Mungkin ia akan tersesat atau menyesatkan di perjalanan bahkan sampai terpleset atau memlesetkan dan akhirnya jatuh atau menjatuhkan dirinya atau orang lain kelubang nestapa. Naudzubillah
Lebel kafir, bukan hanya diperuntunkan bagi orang yang tidak mengimani al quran saja, namun bagi orang yang menganggap sebuah pendapat sebagai kebenaran mutlak dan menyalahkan pendapat lain yang bersebrangan dengan keyakinannya, pantas bagi dirinya untuk melabeli kafir pada dirinya sendiri. Sebab, ia menutupi dan mengubur kebenaran orang lain dalam kelopak keegoisan diri. Sedangkan menutupi adalah arti dari bahasa arab kafaro. Walaupun pelabelan itu dilihat dari sisi bahasa hehe.
Akibatnya, ia mudah terhasut dan terprofokasi oleh kabar yang sampai ketelinganya, padahal kabar itu belum tentu benar. Selayaknya hal ini, dimanfaatkan oleh yang punya kepentingan dengan menggandeng media massa untuk menyebarkan informasi yang dapat memuluskan tujuannya. Maka tidaklah mengherankan jika politik identitas semakin kuat yang berpotensi memecah bangsa.
Fanatik terhadap suatu pendapat merupakan sumbu dari pertikaian,
perpecahan dan peperangan. Dan orang yang dijauhkan dari pertikaian adalah
orang yang mempunyai pandangan luas sehingga melihat perbedaan merupakan rahmat
serta menaggapinya pun dengan kasih sayang. Agaknya orang seperti inilah yang
tercerahkan dan terbimbing oleh pancaran al quran dalam setiap langkahnya.
[1] Diolah dari tafsir ibnu katsir dalam surah al baqarah ayat 3.