Sudah menjadi rahasia umum, manusia cenderung mengikuti hawa nafsu -yang dianggap sebuah kesenangan- dan kurang memperhatikan akibat yang dihasilkan perilaku tersebut. Pada umumnya, nafsu mengundang bencana yang dapat merugikan diri sendiri ataupun orang lain.
Tidak sedikit manusia yang mengikuti tuntunan hawa nafsu sehingga mengakibatkan kemerosotan dalam segala bidang. Bidang yang paling terkena imbasnya adalah mental. Entah mereka tidak tahu atau tidak pernah ingin tahu akibat yang mereka kerjakan. Ataukah kontrol sosial mulai luntur dan melemah kewibawaannya.
Untuk meminimalkan hal tersebut, haruslah terdapat seseorang di setiap tempat atau lebih tepatnya per-individu yang siap mengingatkan temannya yang mungkin belum mengerti atau lupa, supaya segara mengintropeksi diri. Karena bukan hanya faktor dzalim yang mempengaruhi manusia untuk mengikuti nafsu, akan tetapi kebodohan pun menyumbang untuk hal itu. dalam mengingatkan teman, haruslah menyesuaikan situasi, kondisi dan bersikap bijaksana agar tercapai maksud dan tujuan.
Pengendalian sosial –usaha mengingatkan- haruslah dimiliki per-individu dalam masyarakat. Hal ini dapat direalisasikan dengan membiasakan bersegara mengingatkan teman ketika mereka mengumbar nafsu. Adanya saling mengingatkan, setidaknya dapat mangurangi penyelewengan yang diakibatkan dari mengikuti kesenangan yang bersifat mitasi.
Sekarang ini, zaman dimana ilmu pengetahuan semakin maju, apa jadinya jika kemajuan tersebut tanpa diimbangi pengendalian hawa nafsu?
Nafsu sebenarnya satu, tetapi mempunyai tiga sifat yaitu tuma’ninah, lawamah dan amarah. Adanya pembagian sifatnya berdasarkan kedekatan atau ketakwaan terhadap Tuhan SWT. Apabila ketakwaan utuh, nafsu tersebut mendorong untuk mengerjakan sesuatu berlandaskan agama serta ridho-NYA oleh karenanya disebut nafsu mutmainah. Sedangkan jika ketakwaan nafsu terhadap Tuhanya masih setengah-setengah, nafsu tersebut memotivasi setengah untuk kebaikan yang menjadi ridho-NYA dan setengah untuk keburukan. Motivasi yang tidak jelas, mengakibatkan bercampur agama dan syahwat nafsu yang terkadang memotivasi untuk kebaikan dan terkadang untuk keburukan,nafsu ini desebut lawamah. Ketiga adalah nafsu imaroh, disebabkan sangat jauh dari kedekatan atau ketakwaan terhadap Tuhan SWT, sehingga nafsu tersebut hanya memotivasi untuk keburukan.
Kalau melihat sejarah, di zaman Rasulilah sampai akhir priode kekhalifahan Usman bin Affan, umat islam tidak terpecah belah. Mereka menjaga persatuan melalui saling menguatkan satu-sama lain. Akan tetapi setelah priode tersebut, umat islam mulai kehilangan disiplin keberagamaan yang mengutamakan persatuan serta menganggap sesama muslim sebagai saudara. Penyebab persatuan umat di zaman rasul sampai priode ahir kekhalifahan Usman bin Affan adalah mereka masih mempunyai nafsu tuma’ninah yang menggerakan mereka. Sehingga islam bisa menjaga kesatuan yang mingikuti rel-rel syariat tanpa syahwat nafsu di dalamnya. Sedangkan zaman setelah itu, umat islam kehilangan nafsu tuma’ninah yang tergantikan nafsu lawamah yang menyampur antara agama dengan syahwat nafsu, menjangkit sebagian penguasa dan rakyat . Ini diperparah dengan berubahnya sistem kenegaraan Rasulilah SAW. berupa demokrasi ketakwaan- pemimpin dipilih langsung oleh rakyat- menjadi sistem monarki absolut -sistem kepemimpinan secara keturunan- mengakibatkan orang kaya semakin kaya karena dekat dengan kerabat raja dan orang miskin semakin miskin, tanpa usaha untuk mengentaskanya. Sehinga lahir kelompok- kelompok penjilat. Mereka tidak mempunyai prinsip untuk pekerjaan yang mereka lakukan. Asalkan terdapat keuntungan yang mereka peroleh walaupun sebelumnya mereka mengingkari, maka mereka mengganti keingkaran itu menjadi keridoan dan sebaliknya. Inilah yang disebut nafsu amarah bertindak mengikuti syahwat. Sehingga agama menjadi barang dagangan. Jika ini diteruskan tanpa ada pengendalian nafsu yang merubah nafsu tersebut sehingga menjadi nafsu tuma’ninah, kiamat kurang dua hari pun, kita masih menjadi penjilat.
Tidak dapat dipungkiri, syahwat nafsu yang mengarah pada maksiat walaupun hina menurut akal maupun agama tetapi mempunyai daya tarik dari sudut pandang luar. Sedangkan manusia secara tabiat suka keindahan serta menjauhi kehinaan. Keindahan yang ditawarkan maksiat memang nampak indah dari luar namun busuk di dalamannya. Oleh sebab itu banyak manusia yang tertipu keindahan luarnya, akibat dari kebodohan, kelalaian dan kedzaliman. Di samping itu, manusia mempunyai unsur Insaniyah dan Syaitoniyah, keduanya berkerjasama untuk mengajak maksiat dengan cara menanamkan kepentingan pribadi pada diri mereka. ditambah lagi perilaku temannya yang mengikuti nafsu dan berprilaku buruk, maka ia akan lebih termotivasi untuk melakukan hal tersebut. karena pada dasarnya manusia mempunyai sifat mengimitasi perilaku orang lain.
Untuk mengendalikan keliaran nafsu yang menyeret manusia dalam lembah nestapa, dibutuhkan usaha sadar mulai dari diri sendiri sebagai upaya menyadarkan orang lain. semakin banyak orang yang sadar dan menyadari penyakit yang diderita masyarakat, maka kontrol sosial akan semakin kuat. Dan diwaktu yang bersamaan, harapan masyarakat tentang kabaikan membumbung tinggi dan menguat terhadap individu. Sehingga lahan untuk mengumbar nafsu menjadi sempit, dan dengan harapan masyarakattersebut, individu semakin terpacu untuk berbuat baik.