Mengamalkan dan menjalankan puasa di bulan ramadhan, bagi umat islam merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan. Menahan diri untuk tidak makan, minum dan lain sebagainya yang dapat membatalkan puasa, adalah bentuk puasa yang sering kita lakukan. Pemaknaan yang lebih bersifat manajemen hati agaknya kurang kita perhatikan, apalagi untuk kita hayati, agaknya terlalu ngipi. He he
Kita sering memaknai puasa hanya sekedar menahan untuk tidak konsumtif di jam yang ditentukan lalu melampiaskannya di waktu berbuka puasa. Hal ini terlihat ketika waktu berbuka puasa mendekat, kita mulai menata atau memburu hidangan yang akan dijadikan menu dalam pemenuhan hasrat kelaparan dan terkadang bahkan sering kita berlebihan dalam memuaskan nafsu makan. Yah, kelaparan itulah yang kita rasakan selama menjalani ibadah puasa, sehingga kita menyiapkan apa yang menjadi pemuas dahaga dan lapar untuk diri kita sendiri.
Anehnya, kita sering melupakan sebuah hikmah ibadah puasa yaitu terbentuknya kepekaan sosial kepada orang yang hidupnya sering dihantui kelaparan. Padahal dalam berpuasa, kita merasakan lapar dan dahaga yang sering menimpa orang yang berada dalam kubangan kemisikinan tersebut.
Memang benar, puasa adalah ibadah yang bersifat mahdzoh untuk diri sendiri, dan bukan bersifat sosial seperti zakat, infak dan sedekah, namun ibadah puasa setidaknya berusaha menanam, merawat dan menyuburkan benih budaya untuk saling berbagi kebahagiaan antar umat muslim, terlebih kepada orang yang lebih membutuhkan akan hal tersebut.
Oleh karena itu, sudah semestinya kita mencoba mencari dan menyelami hikmah puasa sebagai upaya pengabdian kepada yang Maha Kuasa, melalui perilaku yang bermanfaat untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Walaupun puasa bersifat individual, namun dapat kita jadikan sebagai landasan dalam beribadah sosial.
Bagaimanapun juga, perkara yang mempunyai efek sosial, itu lebih baik dari pada perkara yang tidak berefek sama sekali. Seperti yang disinggung dalam sebuah kaedah yang berbunyi sebagai berikut,
المتعدى افضل من الازم
Artinya: perkara yang berefek itu lebih utama dari pada perkara berdiam.
Untuk itu, jadikan puasa kita sebagai langkah awal untuk lebih memperbaiki ibadah sosial sebagai upaya melebih-utamakan nilai ibadah, yang berorentasi pada pencarian keridhaan Allah SWT.