Belajar Iblis: Upaya Muhasabah Diri

Nama iblis sering kita dengar, entah itu dari ceramah kiai sampai pada umpatan teman. Jika Kiai yang menggunakan kata iblis dalam ceramahnya, maka sering dikaitkan dengan mungsuh nyata bagi manusia serta terdapat anjuran untuk tidak mengikuti Iblis. Berbeda jika kata itu keluar dari umpatan lidah, maka yang terjadi adalah bentuk mengibliskan manusia. lantas siapa, atas dasar apa, bagaimana siasat dan tujuan Iblis yang dimaksut Kiai sehingga kita dituntut menjauhinya. Pertanyaan itulah yang hendak  didiskusikan dalam tulisan kali ini, sebagai upaya Muhasabah diri.

Iblis merupakan makhluk yang paling mulia sebelum bapak adam diciptakan bahkan lebih mulia dari pada malaikat sekalipu, dan sekaligus ia makhluk yang pertama kali berani menatang perintah Allah SWT.  secara terang-terangan untuk bersujud kepada Adam. Ia sombong merasa lebih mulia, karena ia dibuat dari api sedangkan adam dari tanah. Sedari itu, iblis dilengserkan derajatnya oleh Allah SWT, dari serangkaian pangkat yang pernah menghisasi lengan dan dada iblis, dipreteli dan digantikan dengan pangkat lain, yakni laknatullah alaih.

Mengenai iblis, ada baiknya untuk menyinggung mengapa iblis berbuat dosa pada Allah SWT dengan meyombongkan dirinya dibandingkan makhluk baru itu. Zaman dahalu sebelum manusia menghuni bumi ini, Allah SWT telah menurunkan terlebih dahulu makhluk yang diberi nama jin untuk mendiamai bumi. Alih-alih merawat bumi, malahan mereka membuat kerusakan di bumi melalui perang dan pengaliran darah antar bangsa jin itu sendiri. Bayaknya peperangan yang semakin memperburuk kondisi bumi, Allah SWT. memerintahkan Iblis dan Malaikat untuk memerangi bangsa jin yang sering membuatn ribut di bumi. Walhasil, pasukan iblis beserta malaikat dapat memenangkan pertempuran di bumi, sehingga bangsa jin berlarian kelaut dan puncak gunung-gunung.

Karena bangsa jin terbuat dan tercipta dari lidah api, maka Iblis yang tercipta dari racun api merasa dirinya-lah yang berkontribusi besar dalam memenagkan perang melawan bangsa jin. Pastinya Allah SWT mengetahui perasaan “berjasa” iblis dalam peperangan. Dalam benak iblis “nak ora insung sinten maleh?”.

Selanjutnya Allah SWT merencanakan tentang penciptaan makhluk yang kelak dijadikan sebagai pemangku atau khalifah bumi yang terbuat dari tanah yakni manusia pertama sekaligus bergelar bapak manusia, Adam. lebih dari itu, Ia dinobatkan  sebagai pemangku buwono. Adam As diangkat derajatnya melampaui derajat iblis dan malaikat melalui anugrah Allah SWT berupa penguasaan Adam terhadap ilmu. Sehingga iblis dan malaikat diberi mandat oleh Allah SWT untuk bersujud kepada adam.[1]

Iblis menolak untuk bersujud kepada Adam As, sekalipun diperintah langsung oleh Allah SWT. Kemudian terjadilah dialog antara Allah SWT dengan Iblis, wahai iblis sebab apa engakau tidak bersama-sama sujud terhadap Adam, Allah bertanya pada Iblis. sungguh saya tidak pantas bersujud kepada manusia yang Engkau ciptakan dari tanah, karena aku adalah makhluk inti yang termulia dan tertinggi, jawab Iblis. Keluarlah engkau dari golongan malaikat yang mulia, sungguh engkau terusir dan jauh dari rahmat sampai hari kiamat, sahut Allah SWT. Kemudian Iblis mengajukan permintaan kepada Allah SWT, wahai Tuhanku, berikanlah tangguhan kepadaku sampai hari di mana Adam dan keturunannya dibangkitkan di hari pembalasan. Dengan maksut agar ia terhindar dari kematian. Lantas Allah menjawab permintaan Iblis, sungguh engkau ditangguhkan sampai hari di mana trompet pertama dibunyikan yaitu hari yang semua makhluk mati di dalamnya. Lalu Iblis bersumpah, Wahai Tuhanku, karena engkau telah memutuskan sesat terhadapku, sungguh akan aku indahkan maksiat bagi manusia di bumi, dan sungguh akan aku sesatkan mereka semua kecuali sebagian dari hamba-hamba-MU yang ikhlas. Ikhlas adalah jalan yang menuju kemuliaan dan pahala-KU yang tidak terdapat bengkok di dalamnya, jawab Allah SWT. Sungguh hamba-KU, baik yang ikhlas ataupun yang tidak ikhlas, tiada kekuasan bagimu atas mereka, kecuali orang yang mengikutimu yaitu orang yang sesat, susulan jawaban Allah SWT untuk menyangkal prasangka Iblis yang menyakini bahwa Iblis mempunyi kuasa atas penyesatan manusia.[2]

Dalam dialog di atas, iblis berjanji menyesatkan manusia dengan menghiasi, mempercantik dan memperindah maksiat di muka bumi bagi manusia, agar mereka tersesat sehingga mengikuti jalan iblis. Begitu pula Janji Iblis yang terekam dalam surah shaad ayat 82, artinya sebagai berikut, “Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau, Aku akan menyesatkan mereka semuanya”. Hal ini.dilakukan Iblis karena kehasutan iblis terhadap manusia.

Untuk merayu manusia, iblis akan mendatangi manusia dari berberbagai arah dari samping kanan dan kiri, serta arah depan dan belakang seraya menawarkan janji palsu yang akan melalaikan manusia dari kebenaran, dan memperindah perbuatan maksiat bagi manusia, seperti meyakini pendapat pribadi atau kelompok sebagai kebenaran tunggal. Hal ini, dimaksudkan iblis agar manusia tersesat dari jalan Allah SWT dan tidak bersyukur atas nikmat Allah SWT.[3]

Tujuan diciptakannya manusia tidak lain adalah untuk beribadah kepada Allah SWT untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Tidak mudah bagi manusia untuk mencapai hal tersebut, karena Iblis selalu siap-siaga untuk membujuk dan merayu manusia agar menyimpang dari jalan yang lurus sehingga manusia tidak dapat menggapai kebahagian dunia dan akhirat. Kepentingan manusia adalah menyembah dan beribadah kepada Allah SWT, sedangkan kepentingan iblis adalah mengajak manusia untuk membangkang kepada Allah SWT, maka pantaslah bagi manusia untuk mengambil jalan memugsuhi iblis dengan tidak mengikuti jalan Iblis. Hal ini, di singgung oleh Allah dalam al Quran yang artinya:

Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan karena sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS: al Baqarah;168)

Orang yang terperdaya dan terbujuk atas rayuan iblis adalah mereka yang mengikuti tapak tilas iblis, yang menjadikan iblis berkuasa menyesatkan atas manusia kearah kehinaan. Sesuai janji Iblis kepada Allah SWT untuk menyesatkan semua manusia keculia hambah Allah SWT yang ikhlas. oleh karena itu,orang yang ikhlas tidak akan terperdaya apalagi tergoda oleh rayuan iblis, sebab iblis tidak punya kekuasaan atas mereka.

Ikhlas merupakan salah satu jurus ampuh bagi manusia untuk dapat terhindar dari kesesatan iblis, sebab ihklas merupakan rahasia Allah SWT. yang dititipkan kepada hamba-NYA yang dicintai. Oleh Ulama, ikhlas didefinisikan sebagai bentuk kehendak meng-Esakan Allah SWT dalam melakukan ibadah, yaitu menghendaki perbuatan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT semata. Terdapat tiga tingkatan dalam ikhlas, pertama tingkatan tinggi, yaitu melaksanakan perintah serta memelihara kewajiban taat kepada Allah SWT hanya karena untuk Allah SWT semata. Kedua tingkatan tengah, yaitu melakukan dan melaksanakan ibadah karena mengharap pahala di akhirat. sedangkan ketiga adalah tingkatan rendah, yaitu menjalankan ibadah untuk kemuliaan dan keselamatan di dunia. Adapun sebab-sebab yang menghantarkan manusia untuk mencapai keikhlasan adalah dengan mengetahui pentingnya posisi ikhlas yang menentukan kemanfaatan amal bagi manusia di dunia dan akhirat. Dengan menghayati dan mengamalkan ikhlas dalam setiap pelaksanaan ibadah yang dilakuakan manusia, iblis tidak akan mempunyi kekuasan atas manusia untuk menyesatkannya, karena manusia telah memasuki wilayah perintah Allah SWT sehingga  Allah SWT lah yang menjadi pelindung baginya.[4]

Hemat penulis, alasan sifat ikhlas dapat menangkal rayuan, bujukan dan bisikan iblis, karena sifat ikhlas menafikan sifat ujub atau merasa paling benar dan sombong yang dimiliki iblis, dan sekaligus menjadi sebab turun pangkat yang di derita iblis dan pada akhirnya digelari laknatullah alaih. Karena tidak mempunyai sifat ujub apalagi sombong, penghayat sifat ikhlas tidak mempunyai kepentingan kecuali melaksanakan perintah Allah SWT sehingga mereka tidak mengenal iblis serta berbagai godaannya, sebab tidak sesuai dengan kepentingannya.

Adapun maksut hikayat tentang iblis adalah untuk mencegah manusia dari sifat iri hati dan sombong. Sebab, lankah awal mengikuti iblis tidak lain adalah dengan menumbuh-suburkan perasan sifat iri hati dan sombong. Pasalnya, kaum musyrik makkah memungsuhui, mengintinidasi dan mengintervensi Nabi dan para Sahabat, dikarenakan mereka memiliki sifat tersebut. Sifat sombong berakar dari sifat ujub dan berbuah penolakan terhadap kebenaran, tanpa didasari  alasan dan bukti yang logis serta empiris. Oleh karena itu Allah SWT menginginkan bagi manusia untuk selalu belajar dan mencari kebenaran-kebenaran, agar terhindar dari sifat di atas.

Manusia dari asal kejadiaannya adalah mengetahui dan taat kepada Allah SWT , bukan bodoh dan takabur, maka seharusnya manusia berfikir sebagi proses memperoleh pengetahuan dan bermaksut melakukan ibadah, sebelum menentukan pilihan dalam bertindak, agar tidak salah dan juga berniali ibadah di mata Allah SWT. sifat dan perilaku bodoh, sombong serta melanggar hukum Allah SWT, agaknya menodai sifat asli manusia.[5]

iblis dengan terang-terangan akan menyesatkan semua manusia dari jalan kebenaran, dengan melalui cara apapun akan mereka tempuh demi terlaksana hasrat tersebut. Namun oleh Allah SWT. dibatasi, hanya manusia yang mengikuti jejak iblislah yang dapat disesatkan olehnya.

Menapaki jejak iblis adalah dengan mewarisi sifat iblis yang berupa ujub, sombong dan iri hati atau drengki. Seseorang  yang menanam, merawat dan memetik buah dari sifat tersebut adalah penjilmaan iblis berbentuk manusia. Termasuk penyebar dan penanam politik identitas, yang lagi ngetren, menjangkiti dan meracuni rakyat agar tumbuh dan bersemi sentimen antar identitas yang berujung pada perpecahan rakyat demi memetik hasil untuk kepentingan pragmatis mereka, adalah wujud Iblis Politik.


[1] Diolah dari tafsir Ibnu Katsir Surah al Baqarah Ayat 35.

[2] Diolah dari tafsir al Munir Surah al Hijr Ayat 28-42

[3] Diolah dari “Iblis Dan Upayanya Dalam Menyesatkan Manusia Dalam Perspektif Al-Qur’an” Anisah Setyaningrum.

[4] Syaikh Muhamad Bin Salim Bin Said Ba Basil, Isadur-Rafiq,daruihyailkutub. Hal 4, juz, 2.

[5] Dioalah dari tafsir Mafatihul Ghaib, QS: Asshod: 82.