SHALAT FORMALITAS

Ibarat makanan pokok, ia menjadi kebutuhan sehari-hari manusia dan harus dipenuhi untuk menjaga keberlangsungan hidup. Seperti itulah perkara wajib dari agama, ia dibebankan terhadap manusia, tidak terlepas dari tujuan agama yaitu untuk kebahagiaan dunia dan akhirat yang menjadi kebutuhan manusia sendiri.

Shalat adalah salah satu kewajiban yang harus dilakukan oleh sekalian mukalaf untuk mengingat Tuhan, minimal lima kali dalam satu hari dan dikerjakan di sela-sela kesibukan menyambung hidup untuk mengingat Tuhan. Itu pun, kalau benar-benar khusyuk, sehingga maksut shalat tercapai, yakni mengingat Tuhan dan pada puncaknya shalat dapat mencegah perbuatan buruk lagi merusak. Shalat yang dilakukan hanya sebagai formalitas ritual agama belaka, oleh mayoritas ulama masih dihukumi sah, yang berarti terlepas dari kewajiban. Asalkan memenuhi syarat dan rukun yang mengelilingi shalat.

Shalat yang dianggap dan dilakukan hanya sebagai ritual formal belaka serta membuang jauh esensinya berupa khusyuk, membuat perilaku seseorang yang melakukan sholat masih jauh dari cahaya Tuhan. Yakni tidak jauh beda dengan seorang yang samasekali tidak pernah shalat yang pada umumnya berprilaku keji dan mungkar.

Hal tersebut, menjadi salah satu alasan yang menimbulkan citra shalat melemah oleh orang yang menjadi korban kekerasan dari orang yang mengerjakan sholat secara kontinyu, namun sebatas formalitas saja. Sehingga timbul opini, shalat tidak berpengaruh apapun dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Pada akhirnya, nilai tawar sholat menjadi rendah di mata khalayak umum, karena prilaku orang yang mengerjakan shalat tidak sesuai dengan semangat ruh shalat itu sendiri. Hal ini berpotensi pemogokan shalat oleh sebagaian orang yang tercatat islam di sebagian kolom kartu tanda penduduk (KTP). Perlu diperhatikan, bukan hanya kedangkalan iman seseorang saja yang menjadi faktor pemogokan shalat, akan tetapi shalat kitalah yang ikut bertpartisipasi akan keengganan sholat mereka.

Allah mewajibkan atas hambanya shalat, bukan karena ada manfaat yang diperoleh Allah, seperti tambah kuat ketika disembah dan melemah ketika tidak disembah karena Allah Maha Kaya, berdiri sendiri dan tidak membutuhkan siapapun, namun sebaliknya kitalah yang membutuhkanNYA.

Perkara yang dihukumi wajib oleh Allah adalah bentuk rahmat untuk manusia itu sendiri, ia sebagai petunjuk akan pentingnya hal tersebut dalam kehidupan. Sekaligus memberikan motifasi berupa janji surga dan berbagai kenikmatan di dalamnya untuk orang yang melaksanakan kewajiban, serta ancaman siksa neraka bagi orang yang meninggalkan kewajiban tersebut. Janji dan ancaman bertujuan agar manusia memenuhi kebutuhan mereka sendiri sehingga mereka memperoleh manfaat dalam hidupnya. Perkara wajib adalah pengejawentahan rahmat berbentuk motifasi atau dorongan dari Allah untuk hambanya supaya memperoleh manfaatan-manfaatan bagi dirinya sehingga selamat dunia dan akhirat.

Bagi orang yang sadar akan manfaat yang akan diperoleh, mereka menjalankan kewajiban tanpa ada motifasi surga dan ancaman api neraka. Mereka meyakini, kewajiban bukan sebagai pembebanan yang berimplikasi pemaksaan, akantetapi dilihat sebagi kebutuhan yang harus dikerjakan guna keselamatan dirinya untuk bertemu Tuhannya.